Batik Cirebon
- Membuat satu karya indah tidak harus terpagar satu budaya yang sama.
Lihat saja dua busana rancangan Djoko Sasongko yang diberi judul Lady in
Red. Corak khas budaya Tiongkok dan Jawa bisa menjadi satu dalam sebuah
rancangan yang simpel dan elegan. Gaun-gaun yang sejatinya terinspirasi
dari kemeriahan Imlek itu mampu dipadukan dengan batik yang indah.
Christine
Bayu Saputra dan Indies Noe terlihat cantik saat mengenakan busana
hasil gabungan antara cheongsam dan batik tersebut. Ditambah dengan tata
rias yang artistik, tampilan etnik dalam busana itu diperagakan dua
model cantik tersebut. ’’Aku kagum dengan gaun yang aku pakai, serasa
merayakan Imlek dengan rasa Indonesia,’’ kata Bobo, sapaan akrab Indies
Noe.
Batik Cirebon
- Djoko Sasongko selalu mencoba memadukan batik ke dalam semua
karyanya. Menurut dia, batik merupakan warisan leluhur yang sangat
bernilai dan harus dijaga masyarakat Indonesia. ’’Kalau bukan kita yang
melestarikannya, lalu siapa lagi?’’ ujarnya saat ditemui Jawa Pos, Jumat
(13/2).
Batik Cirebon
- Dia menggunakan bahan-bahan taffeta, beludru, tile Jepang, dan
kain-kain tradisional seperti batik, tenun, lurik, dan songket yang
dominan merah. Tambahan bordir dengan motif flora emas semakin
menguatkan kesan Imlek yang sangat oriental. ’’Kerah cheongsam sebagai
wakil budaya Tionghoa, batik sebagai wakil budaya Indonesia,’’ ungkap
lulusan Lembaga Pengajaran Tata Busana (LPTB) Susan Budihardjo pada 2001
tersebut.
Nama
Lady in Red adalah penggambaran seorang gadis yang cantik, berani, dan
dinamis. Karena itu, Djoko menawarkan dua busana yang sedikit berbeda,
namun tetap dalam benang merah yang sama. Untuk gaun yang dikenakan
Christine, dia mengedepankan kesan seksi dengan bagian dada yang sedikit
terbuka. Sementara itu, busana yang dikenakan Bobo lebih menonjolkan
kesan manja, namun tetap elegan. ’’Dua gaun ini untuk gadis lajang,
melambangkan kebahagiaan dan semangat hidup yang tinggi,’’ paparnya.(Batik Cirebon)
Sumber : Jawa Pos
0 komentar:
Posting Komentar