Batik Cirebon
- Perajin batik tulis asli Sidoarjo dari tahun ke tahun banyak gulung
tikar. Dari 38 perajin yang masih eksis tersebar di Sidoarjo sekarang
tinggal 11 perajin. Sementara yang lainnya kembang kempis akibat
kurangnya perhatian pemerintah setempat terhadap pemakian produk lokal
yang sudah menasional.
Kekurangpercayaan
terhadap produk lokal (batik Sidoarjo) bisa dilihat dari PNS yang
bekerja di lingkungan Pemkab Sidoarjo baik guru, staf, dan lainnya.
Mereka rata-rata memakai produk batik dari luar Sidoarjo yang disuplai
oleh orang lain. Padahal batik Sidoarjo kualitasnya tidak kalah dengan
daerah lain dan Sidoarjo sendiri sebenarnya mampu membikin batik untuk
seragam PNS yang biasa dipakai Hari Rabu, Kamis, dan Jumat serta Sabtu
untuk para guru.
“Semua
itu tergantung dari pejabatnya. Seandainya batik lokal harus dipakai
oleh PNS, justru menghidupkan perajin kecil. Ayo sudah berapa uang yang
keluar dari Sidoarjo atau tidak dinikmati perajin batik Sidoarjo,” tutur
Ketua Paguyuban Batik Sidoarjo Ir H Nurul Huda saat ditemui di gerainya
di Perumahan Sidokare Asri AW 18, Sepande, Sidoarjo.
Batik Cirebon - Nurul
Huda kemudian berangan-angan, jumlah PNS di lingkungan Pemkab Sidoarjo
baik itu staf dan guru jumlahnya sekitar 14.000 orang. Masing-masing
orang (PNS) memiliki dua atau tiga batik untuk dipakai bekerja. “Apakah
uang itu tidak cukup untuk perputaran dari perajin kecil. Kalau ada
peran pemerintah saya yakin perajin batik tetap eksis,” ungkapnya.
Daerah
Jetis yang diberi nama Kampung Batik hanya tinggal kenangan atau life
servis saja. Meski disitu banyak perajin batik, tetapi untuk
pendistribusian atau pemasarannya tidak dibantu oleh pemerintah.
Sekarang ini yang dilakukan oleh perajin batik kebanyakan mendatangkan
batik dan menjualnya secara langsung. Hal itu dilakukan karena mereka
mengejar omzet.
“Jangan
sampai orang luar daerah datang ke Sidoarjo yang semula ingin membeli
batik khas Sidoarjo untuk cindera mata keliru dengan batik daerah lain.
Meski cindera mata itu nilainya kecil tapi kalau keliru bagaimana,”
ujarnya dengan nada tanya.
Kondisi
sekarang ini, perajin kecil banyak yang sambat kepada Nurul Huda selaku
Ketua Pabis, karena sehari bekerja tiga hari harus istirahat. Semua itu
karena kurangnya promosi dari pemerintah untuk melestarikan budaya yang
harus tetap dijaga. Tetapi justru ada pejabat yang kurang peduli dengan
produknya sendiri.
“Seharusnya
pemerintah mengayomi dan memberi ruang promosi untuk mengangkat dan
melestarikan batik yang sudah kondang itu. Bukan mencemoohnya,”
paparnya.
Celotehan
pedas pejabat itu diketahui Nurul Huda saat ada perkumpulan antar
pejabat. Katanya batik Sidoarjo luntur. Hal itu langsung disanggah Nurul
Huda karena batik Sidoarjo tidak pernah ada yang luntur karena ditulis
dengan tangan. “Memang waktu itu saya suruh menunjukkan itu batiknya
siapa dan saya ingin tahu. Tapi tidak ditunjukkan. Saya khawatir kalau
batik itu dari luar Sidoarjo dan komplainnya ke Sidoarjo,” tandasnya.
Batik Cirebon - Produk
batik Nurul yang diberi nama AL Huda bukan hanya terkenal di Sidoarjo
saja. Tetapi di Jakarta, Sumatera, Kalimantan, Jateng, Jabar, Ameriksa
Serikat, Singapura dan negara lain sudah terkenal. Orderan kebanyakan
lewat telepon dan tinggal pemaketan saja. Tak sedikit masyarakat dari
Sidoarjo, Gresik, Surabaya, Malang, Pasuruan dan Banyuwangi datang ke
workshopnya untuk membeli batik asli Sidoarjo.
“Sampai-sampai saya waktu Lebaran tidak bisa keluar rumah karena pembeli terus berdatangan,” ungkapnya.
Workshop
yang ada di rumahnya desain Nurul Huda secara tradisional bukan seperti
butik pada umumnya. Namun workshop yang ada justru terlihat biasa
seperti ditaruh rak dan dikastok. “Batik kan identik tradisional
sehingga kondisinya harus tradisional,” paparnya.
Batik
Sidoarjo ada kelasnya sendiri. Mulai nilai Rp 150.000 sampai Rp 5
juta/potong. Untuk ukuran premium Rp 150.000/potong batiknya biasa tidak
terlalu halus dan pengerjaannya cukup cepat antara 2-5 hari. Sedangkan
untuk kelas eksekutif yang dibanderol Rp 5 juta perpotong pengerjaannya
harus halus dan hati-hati.
“Pengerjaanya
bisa memakan waktu sampai 3 bulan dan kebanyakan orang yang mengerjakan
adalah orang tua karena butuh ketelatenan,” ungkap Nurul yang juga
dosen di Unmer Surabaya.
Nurul
sendiri pernah mencatatkan namanya di Rekor Dunia, 19 Mei 2009. Ia
membikin baju batik tulis Sidoarjo dengan ukuran panjang badan 22,5
meter dengan pundak 15,30 meter.
“Bentuknya
berupa baju dan sekarang masih tersimpan. Makanya batik tulis Sidoarjo
sudah diakui dunia tapi pemerintah sendiri kurang mempromosikan. Kan
eman-eman,” tutur Nurul yang menggeluti batik sejak SMA tahun 1982.( Batik Cirebon )
0 komentar:
Posting Komentar