BATIK CIREBON
- Aktivis dari Komunitas Biji menawarkan solusi pembuatan IPAL murah
bagi pengusaha batik. Sebab, selama ini para pengusaha enggan
menggunakan IPAL, karena konsekuensi biaya operasional yang tinggi. “Ini
kami namakan toilet industri. Karena kinerjanya sederhana dan memang
bisa mengurangi dampak limbah, meski baru sedikit,” terang Ketua Kombi,
Andi Setiawan.
Kombi
sudah membuat satu contoh toilet industri di salah satu pengusaha batik
di Banyurip Alit. Dirinya mengakui, IPAL yang dibuatnya belum baku
mutu, namun setidaknya bisa mengurangi dampak baik warna maupun aroma
dari air limbah hasil pengolahan batik.
Bahan
maupun pembuatannya pun, dikatakan Andi, cukup sederhana. Pemilik
usaha, hanya perlu menyiapkan empat atau lima bong (kaleng bekas cat)
ukuran besar. Di dalamnya, tinggal diberi sejumlah bahan yang dapat
mereduksi air limbah seperti arang, batu kapur, ijuk, pasir batu dan
kricak. Semua bahan disusun bertingkat di masing-masing bong. Aliran air
limbah yang biasanya langsung dibuang ke got atau sungai, dibelokkan
terlebih dahulu ke rangkaian filter tersebut.
“Memang
belum baku mutu, tapi hasilnya terlihat. Dari awal limbah yang berwarna
merah pekat, akan semakin tereduksi baik aroma atau warnanya hingga
hasil akhir menghasilkan air limbah berwarna kuning pudar, dan aroma
yang tersisa sedikit,” beber dia lagi.
Untuk
optimalisasi filter limbah, Andi mengatakan, pengusaha bisa menggunakan
lima bong. Sehingga penyaringan akan melalui lima tahap dan hasilnya
bisa lebih sempurna. “Yang sudah kami buat hanya empat bong, dan cukup
terlihat hasilnya. Kalau lebih optimal, bisa menggunakan lima,”
imbuhnya.
BATIK CIREBON
- Mengenai biaya, untuk pembuatan toilet industri hanya dibutuhkan
Rp200 ribu hingga Rp250 ribu saja. Sehingga bisa dibuat oleh siapa saja.
“Silahkan yang mau membuat, pengusaha untuk membuat sendiri-sendiri.
Kami hanya menawarkan solusi tidak hanya sekedar menuntut pembenahan
saja. Yang harapannya, bisa ditindaklanjuti pemerintah setempat,
sehingga bisa difasilitasi pengusahanya,” kata Andi.
M
Nasir Usman, pemilik usaha batik yang mencoba penerapan toilet industri
mengaku memang berniat ingin meminimalisir dampak industrinya, sehingga
bersedia mencoba apa yang ditawarkan Kombi. “Sempat ditawari BKM untuk
buat IPAL, tetapi makan tempat terlalu besar. Ini ditawari lagi, dan
saya coba.”
Pemilik
Jafry Batik tersebut, sebenarnya tak berkeberatan untuk mengeluarkan
biaya pembuatan IPAL. Namun, jika harus mengeluarkan biaya terus menerus
untuk operasional, memang sedikit berat. “Kalau yang ini sederhana.
Kalau melihat kendala, apakah toilet industri ini bisa menampung air
dalam jumlah besar. Karena biasanya saat produksi banyak, jumlah limbah
yang dihasilkan juga lebih banyak,” tandasnya.(batik cirebon)
0 komentar:
Posting Komentar