Batik Cirebon
- Ratusan pengrajin batik dan kain tenun sarung tradisional di
sepanjang Pantura, Tegal dan Pekalongan gulung tikar. Sementara sebagian
lainnya terancam bangkrut akibat nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS)
yang terus naik.
Selain
kenaikan harga beli bahan baku benang, pembelian bahan baku yang
menggunakan kurs USD ini menyebabkan pengrajin tradisional ini tidak
mampu bertahan akibat kesulitan membeli bahan baku.
"Kita
beli bahan baku benang sebagai bahan dasar kain batik dan sarung pakai
dolar, karena bahan bakunya benang rayon impor dari Tiongkok dan Kanada.
Produksi jadinya kita jual pakai rupiah. Jelas kami banyak merugi
sehingga sebagian besar menutup usahanya,” ucap Jamaludin Alkatiri (55),
salah seorang pengusaha sarung tenun asal kota Tegal, Sabtu
(14/3/2015).
Batik Cirebon
- Hal yang sama juga dikemukakan oleh Umi Azizah (50), pengrajin batik
tulis dan batik cap asal Pekalongan. Menurut Umi, harga bahan baku
benang impor saat ini juga sudah naik. Dia pun menggangap wajar jika
sebagian besar pengrajin batik dan tenun sarung tidak bisa bertahan
karena ketidakmampuan membeli bahan baku kain.
Saat
ini harga bahan baku benang rayon USD1,8 per kilogram (kg). Sebelumnya
hanya USD1,2 per kg. Hal tersebut diperparah dengan nilai dolar yang
terus menerus naik. "Akibatnya, harga bahan baku terus menerus naik,
sementara harga jual menggunakan rupiah," kata Umi.
Di
kawasan Pantura, Tegal hingga Pekalongan, menurut umi sedikitnya ada
sekitar 2.000 pengrajin kecil maupun besar yang mengantungkan hidupnya
pada usaha kerajinan batik dan sarung tenun. Kini, sebagian dari mereka
sudah menghentikan usahanya sambil menunggu turunnya harga dolar. ( Batik Cirebon )
0 komentar:
Posting Komentar