Banner

Senin, 15 Desember 2014

Batik Cirebon - Atasi Limbah Batik, Kombi Tawarkan Toilet Industri

BATIK CIREBON - Aktivis dari Komunitas Biji menawarkan solusi pembuatan IPAL murah bagi pengusaha batik. Sebab, selama ini para pengusaha enggan menggunakan IPAL, karena konsekuensi biaya operasional yang tinggi. “Ini kami namakan toilet industri. Karena kinerjanya sederhana dan memang bisa mengurangi dampak limbah, meski baru sedikit,” terang Ketua Kombi, Andi Setiawan.
Kombi sudah membuat satu contoh toilet industri di salah satu pengusaha batik di Banyurip Alit. Dirinya mengakui, IPAL yang dibuatnya belum baku mutu, namun setidaknya bisa mengurangi dampak baik warna maupun aroma dari air limbah hasil pengolahan batik.

Bahan maupun pembuatannya pun, dikatakan Andi, cukup sederhana. Pemilik usaha, hanya perlu menyiapkan empat atau lima bong (kaleng bekas cat) ukuran besar. Di dalamnya, tinggal diberi sejumlah bahan yang dapat mereduksi air limbah seperti arang, batu kapur, ijuk, pasir batu dan kricak. Semua bahan disusun bertingkat di masing-masing bong. Aliran air limbah yang biasanya langsung dibuang ke got atau sungai, dibelokkan terlebih dahulu ke rangkaian filter tersebut.

“Memang belum baku mutu, tapi hasilnya terlihat. Dari awal limbah yang berwarna merah pekat, akan semakin tereduksi baik aroma atau warnanya hingga hasil akhir menghasilkan air limbah berwarna kuning pudar, dan aroma yang tersisa sedikit,” beber dia lagi.

Untuk optimalisasi filter limbah, Andi mengatakan, pengusaha bisa menggunakan lima bong. Sehingga penyaringan akan melalui lima tahap dan hasilnya bisa lebih sempurna. “Yang sudah kami buat hanya empat bong, dan cukup terlihat hasilnya. Kalau lebih optimal, bisa menggunakan lima,” imbuhnya.

BATIK CIREBON - Mengenai biaya, untuk pembuatan toilet industri hanya dibutuhkan Rp200 ribu hingga Rp250 ribu saja. Sehingga bisa dibuat oleh siapa saja. “Silahkan yang mau membuat, pengusaha untuk membuat sendiri-sendiri. Kami hanya menawarkan solusi tidak hanya sekedar menuntut pembenahan saja. Yang harapannya, bisa ditindaklanjuti pemerintah setempat, sehingga bisa difasilitasi pengusahanya,” kata Andi.

M Nasir Usman, pemilik usaha batik yang mencoba penerapan toilet industri mengaku memang berniat ingin meminimalisir dampak industrinya, sehingga bersedia mencoba apa yang ditawarkan Kombi. “Sempat ditawari BKM untuk buat IPAL, tetapi makan tempat terlalu besar. Ini ditawari lagi, dan saya coba.”

Pemilik Jafry Batik tersebut, sebenarnya tak berkeberatan untuk mengeluarkan biaya pembuatan IPAL. Namun, jika harus mengeluarkan biaya terus menerus untuk operasional, memang sedikit berat. “Kalau yang ini sederhana. Kalau melihat kendala, apakah toilet industri ini bisa menampung air dalam jumlah besar. Karena biasanya saat produksi banyak, jumlah limbah yang dihasilkan juga lebih banyak,” tandasnya.(batik cirebon)

0 komentar:

Posting Komentar